Seven
eleven pemain utama segmen pasar minimarket kafetaria ini atau yang biasa
disebut convenience store mengalami guncangan di tahun ini. Sepertinya lonceng
kematian sedang berdentang keras ditengah persiapan menghadapi satu perhelatan
besar, hari raya umat mayoritas di negeri ini.
Pengelola
gerai seven eleven (7-eleven) atau evel ini, PT. Modern Internasional Tbk
(MDRN) terpaksa menutup sekitar 30 gerai sevel di sekitar Jakarta, awal tahun
ini. Sedangkan di tahun lalu saja sevel sudah menutup sekitar 25 gerai, mengapa
sevel sampai menutup beberapa gerainya dalam dua tahun terkahir ini? Bukannya sevel
sangat ekspansif dalam melebarkan pasrnya?. Seperti dikutip dari harian
kontan.com, Henri Honoris selaku Presiden Direktur Modern Internasional,
penutupan gerai tersebut terpaksa dilakukan lantaran tekanan bisnis selama
setahun ini. Mulai dari penurunan daya beli, larangan menjual minuman
beralkohol, kenaikan bahan baku yang mempengaruhi beban perusaahan.
Bukan
hanya sevel yang mengalami “krisis” ternyata pemain lain yang memiliki bisnis
sejenis yaitu PT. Sumber Alfa Trijaya juga melakukan evaluasi menyeluruh bagi
kinerja bisnis minimarket kafetaria. PT. SAT sendiri memiliki bisnis minimarket
kafetaria dengan label Lawson. Mereka fokus mengevaluasi Lawson apakah secara
bisnis masih dapat dipertahankan atau di buang. Secara data riil belum
diketahui berapa gerai Lawson yang akan ditutup, namun melihat “melemahnya”
daya beli dan beban operasional perusahaan yang tinggi kemungkinan Lawson juga
akan mengikuti jejak yang sudah di lakukan oleh evel.
Senada
dengan dua saudara tua-nya, Family Mart juga menutup gerainya, di lansir dari
kontan.com, Wirry Tjandra, Chief Executive Officer Family Mart mengatakan,
pihaknya terpaksa menutup empat gerai Family Mart pada tahun lalu. Penyebabnya adalah
performa bisnis tidak kunjung melaju. Padahal Family Mart tergolong ekspansif,
tahun lalu saja 60 gerai baru bertambah dan tahun ini dicanangkan akan menambah
30 gerai lagi. Walau pukulan kencang sedang menerpa ceruk pasar bisnis ini
Wirry tetap optimis pertumbuhan bisnis ritel ini bisa mencapai 50% di tahun
ini.
Menurut
Tutum Rahanta, wakil ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, peritel yang
menutup gerai convenience store semata-mata lantaran pertimbangan bisnis semata.
bila yang tutup beberapa gerai saja tidak akan mempengaruhi performa bisnis.
Kondisi perekonomian dalam negeri sedang merosotkah? Daya beli masyarakat sedang melemah?. Bukan saja pebisnis yang merasakan beban operasional yang tinggi namun masyarakat juga merasakannya. Beberapa bahan pokok melambung tinggi harganya diluar “nalar”, begitu liarnya harga-harga tak terkendali dan selalu saja seperti itu dari tahun ke tahun tidak ada perubahan. Jika sudah begini kepada siapa kita bertanya? Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang. (AR.Rahadian)
Labels:
catatan ringan
Thanks for reading Lonceng Kematian Bisnis Minimarket Kafetaria. Please share...!
0 Comment for "Lonceng Kematian Bisnis Minimarket Kafetaria"