Setiap profesi
pasti ada kelemahannya. Dokter, misalnya, selalu dimintai nasihat medis gratis;
pengacara selalu ditodong untuk memberikan informasi hukum gratis; dan seorang
penggali kubur selalu diberitahu oleh orang yang tak pernah menggali kubur
betapa menarik pekerjaan mereka, sebelum akhirnya arah pembicaraan dialihkan
secepat mungkin. Sedangkan penulis selalu ditanya dari mana kita mendapatkan
ide untuk menulis.
Ide sesuatu yang
tidak pernah seorangpun mengetahui kapan ia datang dan darimana ia berasal. Ide
ibarat sebuah kilat yang menyambar di langit, begitu cepat dan tiba-tiba
jikalau tidak kita tangkap maka ia akan menghilang begitu saja. Bago kita yang
baru memulai belajar menulis wajib bagi kita manakala mendapatkan ide langsung
di tuangkan dalam sebuah catatan.
Menemukan Ide bukanlah
bagian yang sulit dalam menulis. Ide hanyalah bagian kecil dari keseluruhan
cerita. Menciptakan karakter-karakter yang dapat dipercaya keberadaannya, dan
yang bisa melakukan segala hal yang diminta oleh si penulis, adalah hal yang
lebih sulit. Dan bagian yang paling sulit adalah proses di mana si penulis
harus duduk dan menempatkan kata demi kata guna membangun apa saja yang ingin
dia bangun: kemudian membuat hal tersebut menarik dan baru.
Percalah kita bisa mendapatkan
ide dari lamunan. Kita bisa mendapatkan ide saat kita bosan. Kita bisa
mendapatkan ide kapan saja, di mana saja. Yang perlu dilakukan adalah memahami
dan mengasah ‘naluri’ menulis kita, dari ide yang muncul akan kita rangkai
menjadi ‘kisah’ seperti apa.
Kita juga bisa mendapatkan
ide disaat melontarkan pertanyaan-pertanyaan sederhana. Pertanyaan yang paling
penting adalah, ‘Bagaimana jika…?”
Bagaimana jika suatu hari
kita terbangun, ternyata kita memiliki sayap di tubuh? Bagaimana jika pasangan
kita tiba-tiba berubah jadi seekor kodok? Bagaimana jika kita mengetahui bahwa
salah satu guru kita berencana untuk menyantap kita satu per satu di akhir
semester ini — tapi kita tidak akan pernah tahu siapa?
Dan pertanyaan penting
lainnya adalah, Seandainya…
Seandainya kehidupan nyata
sama seperti kehidupan dalam sebuah adegan film-film fantasi atau horor dan
lain sebagainya. Seandainya saja tubuh ini bisa mengecil jadi sebesar kancing
baju. Sandainya saja kita dapat menembus waktu, dan kembali ke masa lalu atau
menuju masa depan serta dapat mengubah keadaan.
Sebuah ide tidak perlu
berbentuk cerita utuh, tapi cukup sebagai tempat di mana si penulis mulai
melakukan proses penciptaan. Alur cerita akan terbentuk dengan sendirinya
begitu si penulis mulai mempertanyakan titik awal cerita.
Terkadang sebuah ide
datang dalam bentuk karakter (“Ada seorang bocah laki-laki yang ingin tahu soal
ilmu magis”). Terkadang dalam bentuk tempat (“Ada sebuah istana di akhir zaman,
yang merupakan satu-satunya tempat yang masih ada di dunia…”). Terkadang dalam
bentuk bayangan (“Seorang wanita mengamati ruang gelap yang sarat akan
wajah-wajah kosong.”)
Seringkali ide datang dari
dua hal yang hadir bersamaan yang biasanya terpisah. (“Bila orang yang digigit
manusia serigala berubah jadi serigala, maka apa yang terjadi bila seekor ikan
koki digigit oleh manusia serigala? Apa yang terjadi bila sebentuk kursi
digigit oleh manusia serigala?”)
Semua bentuk fiksi adalah
sebuah proses pengandaian: apapun yang kita tulis, dalam medium atau genre apapun, tugas seorang penulis adalah
untuk menciptakan dunia yang meyakinkan, menarik, dan baru.
Dan ketika mempunyai sebuah ide pegang erat-erat saat kita baru mau mulai menulis. Selanjutnya rangkai kat
sampai cerita itu selesai, apapun itu. Biarkan imajinasi menuntun dalam
penulisan. Jangan pernah menolak imajinasi yang hadir, karena kekuatan ‘cerita’
dari kekuatan imajinasi yang mengalir dalam pikiran dan tertuang dalam tulisan.
Setelah selesai tulisan tersebut di tulis, baca ulang dan lihat apa yang sudah
kita tuliskan. (dari berbagai sumber)
Labels:
edukasi
Thanks for reading DARIMANA IDE DI PEROLEH?. Please share...!
0 Comment for "DARIMANA IDE DI PEROLEH?"