![]() |
Ilustrasi gambar: etrrepreneur.com |
Enterpreneur
(Pengusaha) adalah penggerak roda perkekonomian sebuah negara. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh seorang sosiolog, David McClelland yang berpendapat, “Suatu negara
bisa menjadi makmur bila ada entrepreneur (pengusaha) sedikitnya
2% dari jumlah penduduknya”.
Dikutip
dari kompas.com jumlah pelaku
wirausaha di Indonesia hingga kini masih belum mencapai angka ideal yakni dua persen
dari jumlah penduduk
Indonesia. Data terkini dari Global Entrepreneurship Monitor
(GEM) menunjukkan bahwa Indonesia baru mempunyai
sekitar 1,65 persen
pelaku wirausaha dari total jumlah penduduk 250 juta jiwa.
Data itu juga menunjukkan bahwa jumlah yang dimiliki Indonesia
tertinggal ketimbang tiga negara di kawasan Asia Tenggara yakni Singapura,
Malaysia dan Thailand. Ketiganya mencatatkan angka 7 persen, 5 persen, dan 3 persen
dari total jumlah penduduk masing-masing.
Kendati begitu, masih menurut GEM, hasrat rakyat Indonesia
untuk menjadi pelaku wirausaha menduduki posisi kedua. Posisi ini Cuma satu
level di bawah Filipina. Sementara, negara-negara maju seperti Amerika dan
Jepang bahkan memiliki jumlah pengusaha lebih dari 10 persen dari jumlah populasi.
Belajar
dari negara tetangga
kemudahan melakukan bisnis. Lebih dari satu dekade yang lalu,
hal ini tidak terjadi. Pada pergantian milenium, Kementerian Perdagangan dan
Industri Singapura memutuskan bahwa negara ini perlu mengubah dirinya menjadi
“negeri entrepreneur”, yang tidak
takut untuk mengambil risiko. Kita sekarang dapat melihat
bagaimana Singapura telah berhasil mencapai tujuannya.
Memang, Singapura merupakan kawasan yang kecil, dengan
populasi hanya 5,4 juta. Konglomerat global secara rutin menggunakan negara ini
sebagai tempat persinggahan sambil mengamati peluang pasar yang lebih besar di
kawasan ini. Hal ini membuat Singapura
lebih mudah untuk bertumbuh, terutama dalam hal menarik
perhatian investor. Untuk alasan ini, para ahli juga bisa berpendapat bahwa sulit
untuk membandingkan Jakarta dengan Singapura dalam hal dukungan pemerintah
masing-masing negara. Namun masih ada banyak pelajaran yang bisa didapat oleh
negara Indonesia dari Singapura dan secara perlahan menerapkannya di Jakarta.
Mempermudah akses investasi merupakan salah satunya. Inisiatif SPRING Singapore menunjukkan
bagaimana ini bisa dilakukan. Inisiatif ini menawarkan program pinjaman mikro
yang nyaman untuk wirausaha yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga keuangan.
Bagaimana
dengan Malaysia
Malaysia yang memiliki populasi sekitar 30 juta jiwa ini telah
lebih maju dibandingkan dengan Indonesia dalam mendorong terciptanya iklim
kewirausahaan yang ujungnya menciptakan kemakmuran bagi rakyatnya. Memang jika
diukur dari jumlah populasi Malaysia masih jauh dibandingkan dengan Indonesia
yang memiliki populasi sekitar 250 juta yang tersebar dibeberapa kepulauan.
Dengan infrastruktur yang tidak seburuk Indonesia, Malaysia
patut menjadi contoh bagi Indonesia dalam mendukung wirausaha yang maju dan di
akui secara global. Sebagai contoh,
belum lama ini pemerintah Malaysia berinisiatif untuk membuat laboratorium analisa data. Sebuah mega proyek yang bertujuan mengembangkan wirausaha lokal dan
meningkatkan keahlian negara ini dalam
pengelolaan data.
Indonesia
sendiri pernah membuat sebuah paltform yang memungkinkan enterpreneur dan
investor bisa terhubung satu sama lain salah satunya yaitu HUB.ID. Namun upaya tersebut berangsur-angsur tidak terdengar karena kurangnya
dukungan dari kementerian, komunitas bisnis, LSM, dan pihak lainnya. Kemudian Pemerintah
Indonesia juga menunjuk Dirjen kewirausahaan, tapi karena anggaran yang begitu
kecil dalam mengkoordinasi gerakan dengan skala
yang besar tentunya menjadi sebuah kendala tersendiri. Akhirnya platform itu
entah bagaimana nasibnya, proyek-proyek seperti ini sering terjadi di Indonesia
terputus dipertengahan jalan.
Perbaiki
Regulasi dan Kebijakan
Pada era
pemerintahan Jokowi pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, yang dikutip dari
okezone.com (11/01/2017) mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah
menyetujui bahwa kurikulum sekolahan harus terintegrasi dengan standar dunia
usaha.
Darmin menuturkan, pemerintah siap melakukan perbaikan, serta
menyusun standar kompetensi dengan melakukan kerjasama dengan
para dunia usaha. Terintegrasi
atau perbaikan kurikulum akan dilakukan pemerintah mulai dari Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dan juga pada saat pendidikan tinggi atau kuliah.
Dimana
selama ini kurikulum lebih condong pada skema teoritis saja sehingga tidak
mendapatkan SDM yang siap bekerja dan mampu mengembangkan keahlian untuk dijadikan
landasan dalam bidang usaha. Dengan standar kompentensi kelak akan tercipta SDM
yang memiliki skill dan kemampuan dalam berbagai bidang yang dibutuhkan.
Harapannya
kelak akan tercipta bibit unggul yang akan membawa dunia kewirausahaan
Indonesia ke tingkat dunia. Dengan mengawali dari dunia pendidikan maka kelak
akan tercipta sumber daya manusia yang siap membangun Indonesia.
Selain
dari sektor pendidikan dalam meningkatkan jumlah pelaku usaha pemerintah juga
mempermudah masalah perizinan pendirian usaha bagi pelaku usaha mikro, kecil
dan menengah. Pemangkasan
tersebut rencananya akan dilakukan dengan merevisi Peraturan Presiden No. 98
Tahun 2014 tentang Izin Usaha Mikro Kecil Menengah.
Yang
lebih penting dari itu pemerintah harus genjar menghapus pungli yang
memberatkan dunia usaha juga agenda pokok pemberantasan korupsi lebih ditingkatkan
lagi. Dengan semakin berkurangnya pungli dan korupsi, yakin Indonesia akan maju
dan makmur. Indonesia sendiri negara yang luas dan sangat besar serta
berpotensi menjadi pangsa pasar produk-produk yang dibutuhkan masyarakatnya dan
dunia usaha. Mengapa bukan pelaku usaha Indonesia yang menggarap potensi besar
ini dan menjadi tuan dinegerinya sendiri.

Labels:
catatan ringan
Thanks for reading Jumlah Pelaku Usaha di Indonesia Masih Kurang. Please share...!
0 Comment for "Jumlah Pelaku Usaha di Indonesia Masih Kurang"