![]() |
Ilustrasi gambar: google.com |
Disetiap gang, jalan dan
perkampungan hampir dipastikan banyak berdiri warung-warung atau kios dengan
menjajakan barang dagang kebutuhan sehari-hari. Begitu mudahnya kita
mendapatkan barang kebutuhan sehari-hari, ibaratnya hanya dengan selangkahan
kaki saja. Tapi mengapa sekarang semakin jarang dilihat warung-warung berdiri
kokoh di sudut-sudut gang perkotaan maupun perkampungan?.
Mungkin era keemasan bisnis
“Warung” atau kios kelontong mulai memudar, banyak kita temui di daerah-daerah
perumahan ataupun perkampungan banyak yang sudah mati suri.
Apa faktor yang menyebabkan
hal itu terjadi?
Lebih banyak faktor internal
yang berperan disana, ataukah faktor eksternal yang memicu kematian warung kelontong?.
Apabila kita melihat faktor
internal ada benarnya juga dominasinya sangat besar untuk menjadikan sebuah
bisnis warung kelontong mengalami stagnan dan akhirnya mati tak berbekas.
Mengapa? Ini karena kebanyakan dari usaha “warung” tidak didukung dengan
manajemen yang rapih, banyaknya tidak memakai catatan yang seharusnya dibuat
oleh setiap bisnis yang dijalankan, walaupun kini ada sebagian warung yang
memakai sistem P.O.S namun, itupun warung-warung yang pemiliknya mengerti akan
pentingnya sebuah manajemen dan mereka berhasil memiliki beberapa cabang warung
yang berdiri di sekitar wilayah mereka.
Jika kita melihat faktor
eksternal yang berperan disini, dapat kita lihat betapa banyaknya outlet pasar
modern yang berterbaran hingga ke pelosok desa. Supermarket dan Minimarket yang
notabene memiliki kapital dan manajemen yang kuat kini menjamur dan seperti
tidak dapat dikendalikan. Namun kita juga tidak dapat menyalahkan “fenomena”
seperti ini dan secara sepihak menghakimi karena banyaknya minimarket yang
akhirnya mengakibatkan “kematian” bagi warung-warung kecil.
Persaingan bisnis adalah
menjadi sesuatu hal yang wajar dalam kehidupan ini, dengan adanya minimarket
banyak pula segi positif yang dapat di ambil disana. Dimana kita dapat belajar,
bagaimana membangun sebuah bisnis dengan mengedepankan memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh konsumen serta memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen,
disamping tentunya manajemen mereka yang rapih.
Belum lagi dari segi
pelayanan terhadap konsumen, dimana konsumen end user kurang menyenangi akan
keterlambatan pelayanan. Hal ini sebetulnya menjadi wajar karena warung
kelontong tidak seperti sebuah minimarket dimana produk ada dalam rak dan
tertata rapih. Selanjutnya konsumen dapat memilih sendiri apa yang mereka
butuhkan.
Apa perlu mengubah setting
kios dengan membuat model seperti minimarket?
Berapa biaya yang harus
dikeluarkan?
Tentunya bukan perkara mudah
dan pastinya banyak biaya yang harus dikeluarkan serta tidak mungkin bagi
bisnis kecil melawan atau bersaing secara langsung dengan bisnis yang sudah
besar. Apa yang harus dilakukan agar tebisa bertahan dan tidak kehilangan
pelanggan?
Tentunya harus dibuatkan
konsep pemasaran baru dalam upaya mengembalikan roda perusahaan. Mengapa tidak
dibuatkan konsep penjualan K3 atau menjual ke pihak pengecer (kios-kios) kecil
bilamana kekuatan kita memungkinkan untuk melakukan hal itu?
Dengan menggunakan kendaraan
motor roda dua ataupun roda tiga (jika ada dan mampu mengadakan) kita mulai
menyasar kios-kios kecil dengan menyediakan kebutuhan barang yang mereka jual.
Biasanya kios-kios kecil sangat terbantu dengan keberadaan kita yang
menyediakan barang-barang kebutuhan yang mereka jual.
Dan mereka pun biasanya
belanja ke pasar menunggu beberapa stok barang jualannya habis agar tidak
bolak-balik makan biaya transportasi (biasanya seperti yang dilakukan). Dengan
adanya kita yang menyediakan dan langsung dikirimkan ketempat mereka tentunya
hal ini akan disambut baik oleh mereka.
Apa saja yang dapat
dilakukan agar bertahan dari terpaan persaingan keras?
pertama
yang dilakukan adalah, kios tetap melayani konsumen end user yang menjadi
pelanggan setia dengan sistem ritail tentunya.
Kedua,
membuat peta pemasaran untuk melayani konsumen penyalur atau kios-kios kecil
dengan konsep penjualan harga grosir atau harga berjenjang.
Ketiga,
membuat daftar produk utama yang akan dipasarkan melalui mobile market alias
canvaser dengan motor roda dua atau tiga selain itu setiap “memasarkan” selalu
membawa buku catatan untuk mencatat request atau permintaan lain yang diminta
oleh konsumen.
Keempat,
mencari sumber barang yang akan dipasarkan selain barang yang sudah ada. Hal
ini penting agar ada variasi item yang dipasarkan serta mendapatkan jenjang
harga yang lebih murah.
Kelima,
memanfaatkan barang atau produk yang dikirim oleh distributor yang sudah biasa
mengirim dan tentunya ini akan menghemat modal kita, dimana barang dari
distributor tersebut kita mendapatkan kemudahan pembayaran biasanya 14 hari
kerja dan kita dapat memanfaatkan “pinjaman ringan ini”.
Barang yang akan dipasarkan
ke kios-kios kecil diusahakan kita mix seperti, bahan kebutuhan sehari-hari,
makanan ringan, minuman kemasan, obat-obatan warung dan usahakan Anda juga
memiliki produk yang dapat dijual oleh mereka secara eceran.
Anda dapat membuat produk
eceran seperti, bawang putih yang sudah Anda kemas dengan plastik “renceng”
yang dapat dijual oleh mereka seharga Rp. 1000 per renceng, gula merah yang
dibuat renceng pula dan beberapa produk dari ide Anda sendiri, hal ini akan
memberikan keuntungan yang lumayan besar.
Selanjutnya untuk
obat-obatan warung, Anda dapat menjualnya dengan mengikat per 5 strip ataupun
per 10 strip dari satu box obat mengenai harga dapat Anda lihat di HET (harga
eceran tertinggi) yang ada dikemasan. Dalam strategi pemasaran Anda dapat
mem-branding produk agar terkesan ada promo dalam penjualan Anda dan terkesan
bahwa Anda adalah profesional.
Labels:
ulasan
Thanks for reading Bisnis Warung Masihkah Menjanjikan?. Please share...!
0 Comment for "Bisnis Warung Masihkah Menjanjikan?"