![]() |
sumber: google.com |
Kita tidak perlu karya agung ataupun kemampuan berbicara yang
kelewat luwes untuk membuktikan bahwa manusia beragama harus menghargai satu
sama lain. Tetapi lebih dari itu semua kita harus menganggap satu sama lain
adalah sebagai saudara. Apa! Bersaudara dengan orang Islam? Orang Nasrani? Orang
Budha? Orang Hindu? Orang Khong Uchu? Semua adalah Saudara? Ya, tentu saja;
bukankah kita diciptakan oleh Tuhan yang sama?.
Indonesia sendiri merupakan sebuah negara yang heterogen yang
terdiri dari ragam suku, budaya, adat istiadat dan juga agama. Keragaman itu
adalah sebuah kekayaan yang luarbiasa namun, terkadang perbedaan seringkali
dipandang dalam sebuah pandangan yang sempit. Bahkan kebanyakan perbedaan itu
di eksploitasi demi sebuah kepentingan ‘kekuasaan’, ambisius dan keserakahan,
untuk memuluskan ‘perebutan tahta’.
Bola
dunia yang kecil ini, tak lebih dari sebuah titik, berputar di alam
semesta yang begitu luas, dan masih ada bola-bola dunia lain di sekitar kita —
oleh sebab itu, bola dunia kita bukanlah segalanya. Sedangkan manusia, dengan
tinggi badan tak lebih dari dua meter, tentunya bukanlah hal terpenting dalam
runutan penciptaan alam semesta. Salah satu hal yang
sering kita lakukan adalah berkata kepada tetangga kita, seseorang yang berbeda
dengan kita misalnya, dengan sebutan seorang kafir dan parahnya ada pula yang
disertai dengan perilaku ‘brutal’ serta jauh dari azas dan falsafah bangsa ini.
Bagaimana dengan “Bhineka Tunggal Ika” yang seharusnya menjadi acuan untuk kita
agar memiliki budaya saling menghargai satu sama lain, apakah hal tersebut
sudah mati dalam ‘berkehidupan dewasa ini?’. Atau apakah ajaran setiap agama,
harus menindas dan menjauhkan ‘orang-orang’ yang berbeda dengan kita?.
Sejujurnya, memang tidak semua kekejian macam ini terjadi di
seluruh penjuru dunia; tapi kalau dipikir-pikir, jumlahnya juga tidak sedikit
dan frekuensinya sangat tinggi. Bahkan, kalau mau dibuat penelitian, kita bisa
menemukan banyak bukti yang menunjukkan kekejian manusia terhadap satu sama
lain yang dilandasi oleh agama, dan bisa dipastikan bahwa kumpulan halaman
berisi bukti-bukti itu akan jauh lebih tebal daripada halaman yang ditumpuk
untuk menyusun kitab suci (yang justru bertujuan menghukum praktik-praktik
kekejian).
Bila kita menghukum orang lain hanya karena dia berbeda pendapat
dengan kita, dalam hidup sesingkat ini, maka perlakuan kita sungguh kejam; dan
adalah hal yang lancang bagi kita untuk menghujat mereka. Coba ditelaah
baik-baik: ada yang tidak beres dengan cara pikir ini. Kita beranggapan bahwa
mahluk sekerdil kita, yang sungguh tak ada artinya, pantas mewakili sosok Sang
Pencipta.
Atau disaat kita melepas kepergian seseorang yang memiliki
keyakinan berbeda dengan kita, apa kita kemudian mengutuk mereka agar masuk
neraka? Ada ratusan juta manusia yang hidup di Indonesia dengan keyakinan yang
berbeda-beda, apa kita kemudian berucap pada setiap orang yang berkeyakinan
berbeda, “Saudara, karena engkau manusia terkutuk, maka aku menolak untuk
makan, berurusan atau berbicara denganmu?”.
Di mata Tuhan
kita adalah sama, yang membedakan adalah ‘hati’ dan perbuatan kita. Perbedaan Ia
ciptakan agar tercipta dinamika dan harmoni kehidupan. Perbedaan Ia ciptakan
agar kita saling mengenal satu sama lain dan tolong menolong dalam kebajikan. Perbedaan
tidak Ia ciptakan agar kita saling membenci, mengutuk dan menindas satu sama
lain. Perbedaan itu adalah sebuah keindahan yang begitu banyak hikmah
tergantung di dalamnya. Indonesia ku tetaplah bersatu karena hanya dengan ‘persatuan’
kita berjaya, tetaplah pegang teguh “toleransi’ yang sudah menjadi budaya para
leluhur kita. (AR. Rahadian)
Labels:
catatan ringan
Thanks for reading TOLERANSI. Please share...!
0 Comment for "TOLERANSI"